Penulis: Diah Puspita
Primandani Putri
Jakarta, Squadpost.com—Pada
abad ke-17 M, Jan Pieterszoon Coen yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal
Hindia Belanda, sibuk menggempur basis pertahanan Pangeran Jayakarta di masjid
kesultanannya di Kalibesar Timur, yang kini lebih dikenal sebagai Jayakarta,
Jakarta. Demi mengecoh perhatian JP Coen, sang Pangeran bergerak menuju selatan
dan tiba di Jatinegara Kaum.
Rombongan Pangeran yang
merupakan cicit dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (Wali Songo
terakhir di Jawa Barat [1479-1568]) memutuskan untuk mukim di sini pada 1620.
Seperti kebiasaan Nabi
Muhammad dan apa yang dicontohkan para tetuanya terdahulu, ia pun berinisiatif
mendirikan Masjid Salafiyyah—yang saat ini menjadi salah satu masjid tertua di
Jakarta.
Semula, masjid ini
digunakan untuk menggalang kekuatan sekaligus markas pasukan, yang dibantu oleh
sesepuh Kerajaan Banten, Pangeran Wijaya Kusuma dalam penyerang terhadap VOC.
Maka tak heran, bangunan masjid ini banyak di dominasi dengan bunga wijaya
kusuma yang mencirikan harum
semerbak dan mekar bunga itu di bawah bulan purnama.
Pangeran Wijaya Kusuma
juga memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pangeran Jayakarta, ketika
bala tentara Mataram melakukan penyergapan Batavia pada 1628-1629 M, sehingga
Jatinegara sebagai garda depan.
Masjid yang berukuran
12x12 meter ini di kelilingi oleh pohon Kresek yang cukup rindang dan beberapa
makam keturunan pendiri masjid yang di lihat dari nasab keturunan Rasullah SAW.
Meski telah mengalami
delapan kali renovasi dan beberapa tambahan bangunan baru. Tetapi, ada
bagian lama yang masih dipertahankan, yaitu
empat tiang utama yang menjadi penyanggah masjid dan sebuah kaligrafi Arab
berbentuk sarang tawon di dalam plafon menara masjid.
Editor: Kahfi Dirga Cahya
0 comments:
Posting Komentar