Sentuhan Sukarno di Masjid Jamik Bengkulu

2013/05/05



Tak di sangka, menjelang tengah malam di Solo. Sukarno yang baru saja melakukan rapat umum mengenai Perang Pasifik yang akan meletus pada 1929, langsung menginap dirumah Suyudi—salah satu anggota PNI di Jogjakarta. 

Menjelang subuh dini hari, ketika langit masih gelap dan embun masih basah, para pemimpin revolusioner itu telah dikepung oleh Inspektur Belanda dan setengah lusin Polisi Pribumi. Kemudian mereka di bawa ke penjara Banceuy, Bandung.


Pemberontakan yang di lakukan Sukarno memang selalu membuat geram Gubernur Jenderal Belanda saat itu, De Jonge. Setiap aksinya selalu mendapat perhatian khusus. Maka tak heran, mulut besar Sukarno yang kerap membuat orasi di lapangan terbuka selalu dipadati masyarakat. 

Tak pelak, aksi frontal Sukarno kerap berujung duka padanya. Berkali-kali ia dimasukkan ke dalam penjara tanpa pengadilan.


Pada 1930, saat Sukarno dalam pengasingan di Ende, Flores, bersama keluarganya, beliau mengalami sakit parah. Ternyata kabar sakitnya Sukarno sampai ke Jakarta, membuat Mochammad Hoesni Thamrin melakukan protes kepada pemerintahan Belanda untuk memindahkan Sukarno ke tempat yang lebih sehat. Akhirnya, Gubernur Jenderal Belanda memutuskan memindahkan Sukarno sekeluarga ke Bengkulu pada 1938.


Di tanah asal tanaman Raflesia Arnoldi ini, terlihat jajaran Bukit Barisan yang bergunung-gunung. Dulu, kota Bengkulu terdiri dari para pedagang dengan perkebunan kecil yang menyertainya.


Sebagai daerah yang dikenal sebagai benteng Islam, tepat di Jantung kota Bengkulu terdapat bangunan masjid yang berdiri dengan kokoh nan indah. Sebuah masjid yang dikelilingi pepohonan rindang, yakni Masjid Jamik Bengkulu.


Bangunan masjid yang berukuran 14,65 x 14,65 meter ini, banyak dipengaruhi oleh corak Jawa dan Sumatera—tak lepas dari campur tangan Mantan Presiden RI 1, Sukarno.


Pada mulanya Masjid Jamik ini berbentuk sederhana dengan berbahan dasar kayu, dan beratap daun rumbia yang terletak di Kelurahan Bajak, kitaran lokasi makam panglima perang laskar Pangeran Diponegoro, Sentot Alibasyah Prawiradirja. Sekitar abad 18-an masjid ini di pindahkan ke lokasi sekarang, yakni di Jalan Soeprapto.


Sukarno, merasa begitu miris saat melihat Masjid Jamik tidak terpelihara dengan baik. Rupanya, animo masyarakat sekitar juga berkata demikian, ditambah mereka mendambakan sebuah masjid yang megah. 

Maka, Sukarno merancang beberapa bagian untuk menambahkan bangunan masjid ini agar terlihat baik, tentu dengan tidak mengubah keseluruhan stuktur masjid.


Tak dapat dipungkiri, Sukarno merupakan salah satu arsitek terbaik bangsa ini. Hasil karyanya terlihat jelas pada perbaikan struktur bangunan di Masjid Jamik.


Tiang-tiang masjid yang indah. Atap masjid bersusun tiga, mencirikan: Iman, Islam dan Ihsan, dan sebuah tembok putih yang berdiri kokoh. Tak luput, beberapa bagian masjid nampak seperti pilar-pilar dengan ukiran ayat-ayat suci yang berbentuk sulur-sulur di bagian atasnya dan dicat berwarna kuning mas gading.


Merunut dari sejarah berdirinya Masjid Jamik Bengkulu, usianya telah lebih dari ratusan tahun. Kini, Masjid Jamik telah menjadi salah satu Cagar Budaya di Bengkulu.

Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 
© Copyright KonBlok 2013 - 2014 | Design by KonBlok.