Tak
di sangka, menjelang tengah malam di Solo. Sukarno yang baru saja melakukan
rapat umum mengenai Perang Pasifik yang akan meletus pada 1929, langsung menginap dirumah Suyudi—salah satu
anggota PNI di Jogjakarta.
Menjelang subuh dini hari, ketika langit masih gelap dan embun
masih basah, para pemimpin revolusioner itu telah dikepung oleh Inspektur
Belanda dan setengah lusin Polisi Pribumi. Kemudian mereka di bawa ke penjara Banceuy,
Bandung.
Pemberontakan yang di
lakukan Sukarno memang selalu membuat geram Gubernur Jenderal Belanda saat itu, De Jonge. Setiap aksinya selalu mendapat perhatian khusus. Maka
tak heran, mulut besar Sukarno yang kerap membuat orasi di lapangan terbuka
selalu dipadati masyarakat.
Tak pelak, aksi frontal Sukarno kerap berujung duka padanya. Berkali-kali ia dimasukkan ke dalam
penjara tanpa pengadilan.
Pada 1930, saat Sukarno
dalam pengasingan di Ende, Flores, bersama
keluarganya, beliau mengalami sakit parah. Ternyata kabar sakitnya Sukarno
sampai ke Jakarta, membuat Mochammad Hoesni Thamrin melakukan protes kepada
pemerintahan Belanda untuk memindahkan Sukarno ke tempat yang lebih sehat.
Akhirnya, Gubernur Jenderal Belanda memutuskan memindahkan Sukarno sekeluarga
ke Bengkulu pada 1938.
Di tanah asal tanaman Raflesia Arnoldi ini, terlihat jajaran Bukit Barisan
yang bergunung-gunung. Dulu, kota Bengkulu terdiri dari para
pedagang dengan perkebunan kecil yang menyertainya.
Sebagai daerah yang dikenal sebagai benteng Islam, tepat di Jantung kota Bengkulu terdapat bangunan masjid yang berdiri
dengan kokoh nan indah. Sebuah
masjid yang dikelilingi pepohonan rindang, yakni Masjid Jamik Bengkulu.
Bangunan masjid yang
berukuran 14,65 x 14,65 meter ini, banyak dipengaruhi oleh corak
Jawa dan Sumatera—tak lepas dari campur tangan Mantan Presiden RI 1, Sukarno.
Pada mulanya Masjid Jamik
ini berbentuk sederhana dengan berbahan dasar kayu, dan beratap daun rumbia
yang terletak di Kelurahan Bajak, kitaran lokasi makam panglima perang laskar
Pangeran Diponegoro, Sentot Alibasyah Prawiradirja. Sekitar abad 18-an masjid ini di pindahkan ke lokasi
sekarang, yakni di Jalan Soeprapto.
Sukarno, merasa begitu miris saat melihat Masjid Jamik tidak terpelihara
dengan baik. Rupanya, animo masyarakat sekitar juga berkata demikian, ditambah mereka
mendambakan sebuah masjid yang
megah.
Maka, Sukarno merancang
beberapa bagian untuk menambahkan bangunan masjid ini agar terlihat baik, tentu dengan tidak mengubah keseluruhan
stuktur masjid.
Tak dapat dipungkiri, Sukarno merupakan salah satu arsitek
terbaik bangsa ini. Hasil
karyanya terlihat jelas pada perbaikan
struktur bangunan di Masjid Jamik.
Tiang-tiang masjid yang
indah. Atap masjid bersusun
tiga, mencirikan: Iman, Islam dan Ihsan, dan sebuah tembok putih yang berdiri
kokoh. Tak luput, beberapa bagian masjid nampak seperti pilar-pilar dengan ukiran
ayat-ayat suci yang berbentuk sulur-sulur di bagian atasnya dan dicat berwarna
kuning mas gading.
Merunut dari sejarah
berdirinya Masjid Jamik Bengkulu, usianya
telah lebih dari ratusan tahun. Kini, Masjid Jamik telah menjadi salah satu
Cagar Budaya di Bengkulu.
0 comments:
Posting Komentar