Alam Terkembang Dini Fitria

2013/05/10

Penulis: Kahfi Dirga Cahya & Dyah Puspita Primandani Putri



Jakarta, Squadpost.com— Rinai hujan masih tersisa saat seorang perempuan muda berparas cantik nan anggun datang menyambangi Squadpost di bilangan Selatan Jakarta, pada Selasa malam lalu (7/5). Menggunakan busana bernuansa oranye dengan blue jeans dibalut kerudung warna hitam, ia menyapa kami dengan seulas senyum manis, dilengkapi dua lesung di pipinya.

Obrolan hangat di tengah dinginnya malam bersama Dini Fitria ini diawali dengan cerita semasa kecilnya yang ia habiskan di Padang, tanah kelahirannya. Bagian demi bagian ia tuturkan dengan detil. Ditambah gaya bahasanya yang mudah dimengerti, semakin membuat Squadpost nyaman berlama-lama mengulik kehidupan pembawa acara Jazirah Islam di salah satu stasiun televisi swasta ini.

Terlahir sebagai anak terakhir dari lima bersaudara, sejak kecil Dini hidup di lingkungan yang menyukai dunia baca-tulis. Laiknya anak kecil pada umumnya, ia bercita-cita menjadi seorang dokter. Namun, siapa sangka mahasiswi jebolan Universitas Andalas (UNAND), Padang, jurusan Teknik Pangan ini malah mendulang sukses di ranah pertelevisian.

Ayahnya yang seorang dosen dan suka menulis untuk surat kabar, semakin membuka kemudahan bagi Dini untuk melongok dunia sedari kecil. Saat masih duduk di Sekolah Dasar, ia sudah mulai menulis serta mengikuti lomba di berbagai surat kabar, bahkan tulisannya pun pernah dimuat majalah Si Kuncung saat itu.

Menjelang usia dua puluhan, Dini berkeinginan mengikuti jejak kakak-kakaknya yang sudah merantau. “Tadinya aku tuh mau kuliah di Jogjakarta. Alasannya sih karena Mama pernah tinggal di sana,” jelasnya. Setamat Sekolah Menengah Atas, ia mengikuti ujian di jurusan Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jogjakarta dan jurusan Psikologi Universitas Islam Indonesia. Keduanya lolos seleksi.

Namun takdir berkata lain. Nampaknya Dini memang harus bersabar untuk dapat melebarkan sayapnya ke tempat yang lebih jauh. Hingga akhirnya ia dinyatakan lolos UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Nasional) dan kuliah di UNAND.

“Aku kecewa ketika masuk UNAND. Begini toh teknik pangan. Oke deh, daripada aku menyesal banget, akhirnya aku menerima saja,” jelas Dini pada Squadpost. Ia sadar, ternyata tidak mudah menjalani kehidupan menjadi mahasiswi di bidang yang tidak dikehendaki.

Media pembalasan rasa yang tidak tersampaikan itu, ia salurkan pada dunia penyiaran. Kitaran tahun 2000-2005, Dini menjadi penyiar radio di 101 Arbes Fm, radio lokal Padang yang saat itu memang sedang populer. Sedari itu bakat menulisnya kembali bangkit. Ia menulis sebuah skenario drama radio bertajuk "Diary Kamu," dengan konsep the best true story. Kisah yang diberikan para penggemar Arbes, kemudian disariulang oleh Dini untuk dijadikan sebuah drama radio. Mulai sedari mengisi suara, mencari pemain, hingga narasi ia kerjakan sendiri.

Setamat kuliah 2004, Dini memang sudah berkeinginan keluar dari Padang. Menurut pengakuannya, merantau dalam keluarganya merupakan salah satu kebiasaan. Ia pun ingin merasakan bagaimana hidup di tanah orang dengan mandiri, “It’s time to choose my future,” ujarnya semangat.

Dengan membawa pakaian a la kadarnya serta modal kemampuan menulis dan ijazah sarjana teknik pangan, Dini mantap melangkah pergi jauh dari tanah asalnya menuju Jakarta. Tiba di Jakarta, 12 Januari 2005, ia menumpang tinggal di rumah kakak pertamanya yang sudah lebih dulu mukim di Jakarta. “Aku coba cari pekerjaan di Jakarta susah-susah gampang, rasanya aku mau pulang” kenangnya.


Gabung Bersama Keluarga Besar Trans Corp

Sempat ditolak, pada saat melamar kerja untuk posisi penyiar radio di bilangan Kuningan, Jakarta. Tak butuh waktu lama, dewi fortuna menghampirinya. Sekitar bulan Maret di tahun 2005, ia bergabung bersama TRANS TV. Saat itu, Dini mencoba melamar bagian reporter divisi news tapi malah ditempatkan di bagian production assistant.

“Pertama kali menjadi wartawan berat banget, harus kerja berangkat pagi, pulang malam. Terus pola hidup yang berubah dari kuliah ke kerja jadi pengaruh juga. Apalagi jadi wartawan itu enggak gampang, rasanya kepengin pulang saja ke Padang. Tapi pas melintasi pemadam kebakaran di Ciputat dan membaca motto mereka (Pantang Pulang Sebelum Padam), semangatku pun terpantik untuk 'pantang pulang sebelum menang,'” jelasnya.

Jelang dua tahun bekerja di TRANS TV, Dini pun bergabung di program Reportase dan Jelang Siang. Latarbelakang pendidikan yang tidak berbau broadcast, membuat ia kian menggebu mencari ilmu. Sebagai pembelajar yang baik, Dini mampu menyeimbangkan sinergi kerja para jurnalis yang memang sudah memiliki dasar ilmu komunikasi.

Pada 2006 setelah Trans Corp mengakuisisi Tv 7, yang kelak pada 2007 diubah menjadi TRANS7, Dini langsung masuk ke dalam daftar nama yang akan mengurusi TRANS7. Karena televisi baru, di dalam TRANS7 Dini dapat bereksplorasi lebih banyak. Ia diberikan kesempatan berkarya untuk membuat bermacam-macam program.

Program pertama saat memulai debutnya di TRANS7 sebagai reporter adalah Bolang (Bocah Petualang). Program ini mengangkat tema kehidupan anak di daerah. Setelah itu pada 2008-2009 ia pindah ke program Dunia Air dan Binatang (Dubi) sebagai asisten produser. Kemudian, Dini mengurusi program film pendek mengenai Cerita Kisah Anak Nusantara. Dalam program ini ia menyumbangkan bakat menulisnya untuk skenario-skenario yang ia buat dengan mengangkat cerita dari kebijaksanaan lokal.

Baru pada 2010 Dini menelurkan Jazirah Islam, program yang ia besut sendiri ide, konsep, dan temanya. Semua ia kerjakan sedari nol hingga sekarang mulai banyak digemari publik.

Jazirah Islam
"Aku mikir saat itu. Ramadhan selalu mengangkat acara yang berbau negeri-negeri Islam. Menurutku itu membosankan. Aku mau membuat sesuatu yang berbeda. Tentang minoritas Muslim di tengah mayoritas non-Muslim. Bagaimana mereka bisa bertahan hidup dengan masjid yang tidak ada suara azan, jilbab yang susah dicari,” ucapnya mengenai sejarah berdirinya Jazirah Islam.

Mengurus program yang berkenaan mengenai dunia Islam cukup berpengaruh bagi Dini. Terlebih dalam lingkup spiritualitasnya. Hal yang paling sentimentil selama mengurusi program Jazirah Islam, yaitu pada saat ia menjadi saksi bagaimana proses seorang non-Muslim berpindah agama menjadi Islam. “Waktu kemarin aku liputan di Amerika Latin dan bertemu dengan perkumpulan Muslim di Meksiko yang aura negaranya terkenal keras, aku memperagakan cara menggunakan jilbab. Saat aku pulang, seorang ibu non-Muslim memelukku dan berbisik bahwa ia ingin menjadi Muslim. Sontak aku merinding dan terharu,” kenangnya.

Pengalaman seperti itu tidak hanya satu-dua kali saja ia alami, bahkan hampir di banyak perjalanannya ia menemukan hal serupa. “Kalimat syahadat di sana tuh bagi mereka sangat syahdu. Kayaknya aku yang sudah diberi hidayah belum bisa memaksimalkannya. Shalat aja masih sering ditunda,” ungkapnya gamblang. Sejak menjadi jurnalis dan kemudian mengelola Jazirah Islam, total 16 negara yang sudah ia sambangi. Masing-masing terdiri dari negara Asia, Eropa dan Amerika Latin.

Konsisten
Delapan tahun sudah Dini tetap konsisten bekerja untuk Trans Corp tanpa pernah berniat pindah haluan ke stasiun televisi lain. Era di mana karyawan lebih banyak diikat secara kedinasan seperti saat ini, Dini sama sekali tidak tergiur dengan gaji yang berlipat-lipat ditawarkan perusahaan televisi lain. Baginya, iklim dalam dunia pertelevisian akan selalu berputar, lingkungan, orang sekitarnya.

“Sebagai karyawan Trans Corp, aku mendapat kesempatan besar untuk berkembang lagi. Sekarang aku banyak belajar dan bisa mengaplikasikannya dengan karya yang telah aku buat,” ungkapnya.

Saat masuk pada 2005, Trans Corp memang terkenal dengan sistem perekrutan karyawan ikatan dinas. Saat Squadpost menanyakan hal ini kepadanya, Dini yang kelahiran Padang 31 tahun lalu berpendapat, “Trans Corp selalu mengajari karyawannya tentang development broadcast. Namun, terkadang setelah mereka mendapatkan ilmunya, mereka keluar atau seringnya dibajak oleh televisi lain. Jujur, itu sangat merugikan. Jadi, menurut aku wajarlah Trans Corp membuat sistem seperti itu.”

Sistem ikatan dinas saat pertama kalinya ia masuk dengan sekarang, sangat jauh berbeda. Pada 2005 sistem itu hanya berlaku selama tiga bulan, kemudian enam bulan menjadi karyawan percobaan. Di waktu tersebut menjadi penentuan lulus atau tidak dalam bidang yang didalami. Setelah sembilan bulan kemudian, baru diangkat menjadi karyawan tetap. Sistem yang sekarang justru mengharuskan karyawan ikatan dinas menjalani masa kerja selama lima tahun. Jika selama masa itu, ia berhenti atau keluar, maka akan diberi sanksi.

Berkarya dan Aktif
Menjalani hidup sebagai perempuan muslim, sempat membuat hambatan saat Dini memulai karirnya di dunia pertelevisian. Tapi ia tak peduli hingga kini perjuangannya itu pun dapat ia buktikan. "Menurutku perlu banyak perempuan berkarya dan aktif,” imbuh Dini.

Menggapai sukses dalam berkarir jelas dibutuhkan semangat dan perjuangan. Bagaimana Dini yang merupakan anak bungsu harus berani mengambil keputusan merantau demi menggapai masa depannya. Hanya bermodal semangat, kini kiprahnya dalam dunia pertelevisian bisa dibilang sedang berada di titik puncak. Bahkan pada 2011 silam, ia pernah ditahbis sebagai "The Best Employee TRANS7.“ Semua butuh proses. Aku selalu menghargai proses, dan selalu belajar dari tiap liputan. Karena menjadi jurnalis bukan soal pintar dan hebat, melainkan bagaimana pada saat di lapangan kita dapat beradaptasi dengan cepat.”

Di ujung percakapan, Dini sempat memberikan beberapa masukan bagi kaum muda yang ingin bekerja di dunia kreatif. Menurutnya, jadikan setiap pengalaman adalah guru dan teruslah berkarya. “Kalau aku selalu bangga dengan apa yang sudah dilakukan. Aku berkarya dan melakukannya dari hati. Makanya, kenapa aku bisa sampai seperti sekarang, berkat kecintaanku pada tiap pekerjaan yang kukerjakan. Jadilah yang terbaik di peran kita masing-masing. Because nice to be important, but more important to be nice,” begitu pesan yang meluncur dari bibirnya yang kemerahan.


Penyunting: Reno Muhammad
Share this Article on :

7 comments:

AzzU.INFOnews mengatakan...

I like this :)

Delagusto mengatakan...

Anak mtsn padang neh, bikin bangga, top banget....

Gunawan mengatakan...

Terus berkarya din, kami mendukung mu... dr Uda, Izzah, Naurah & Naflah

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Unknown mengatakan...

good job....i like it..i like u...
saya tunggu program jazirah islam nya...sukses selalu untukmu....

Anonim mengatakan...

mba dini sukses terus. semoga tiap karyanya dapat menginspirasi kaum muda.

Anonim mengatakan...

Pantang pulang sebelum Padam, hmmm.. boleh.. boleh..

Posting Komentar

 
© Copyright KonBlok 2013 - 2014 | Design by KonBlok.