Gajah Mada nan Sederhana

2013/04/24



Seorang laki-laki tengah melihat lampu merah yang berhitung mundur. Berjalan kaki menyusuri trotoar dengan dinding yang penuh gambar mural. Panas dan asap kendaraan seakan memberi beban pada setiap langkah yang diambilnya. Wajah yang terlihat menyesal, kelelahan dan sedikit senyum menggantung itu adalah milik seorang mahasiswa semester empat di sebuah universitas ternama di Yogyakarta, Indonesia.


“Dulu saya melihatnya sebagai dunia yang sangat menarik. Penuh dengan kesempatan, pengetahuan dan segala hal yang mengajak untuk berpikir keras. Namun sekarang, buat saya UGM tak lebih dari ruang kelas, kantin, ruang tamu, ataupun orang-orang yang mondar-mandir. Tak lebih dari sebuah gedung di salah satu sudut perempatan di Yogyakarta,” ucapnya ketika sedang berbincang sejenak di sebuah warung makan.


Laki-laki tersebut merupakan salah seorang mahasiswa dari Universitas Gajah Mada. Universitas pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada 19 Desember 1949. UGM Merupakan hasil dari penggabungan beberapa sekolah tinggi di Indonesia pada masa setelah kemerdekaan.


“Saya beruntung bisa masuk UGM. Universitas nomor satu di Indonesia ini, kelihatan besar dari luar, tapi ternyata UGM itu tidak seperti apa yang dilihat orang. UGM itu sederhana. Sebab, kebanyakan mahasiswanya ya seperti saya, dari keluarga kurang mampu,” tandasnya.


Mahasiswa Universitas Gajah Mada memang kebanyakan berasal dari daerah-daerah berkembang di Indonesia. Hanya segelintir yang berasal dari daerah maju seperti Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya ataupun kota besar lainnya di Indonesia. Di samping itu, biaya kuliah di UGM terbilang cukup murah dibanding universitas sepadan lainnya di Indonesia, seperti UI dan ITB.


Sembari menikmati minuman es teh di bawah teriknya Yogyakarta, mahasiswa tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap universitas itu sama. Tak ada yang lebih baik atau pun tak ada yang lebih buruk. Perbedaan mencolok setiap universitas hanyalah fasilitas yang dimiliki, kualitas dosen dan sistem pendidikannya. Selebihnya, semua kembali ke mahasiswa yang kuliah di universitas tersebut. Sebaik apapun universitas, jika mahasiswanya tidak dapat memaksimalkan setiap potensi yang ada, maka ia tak akan berbeda dengan mahasiswa dari universitas yang biasa-biasa saja, begitu pula sebaliknya.


“Jika suatu universitas memiliki predikat sangat baik namun para mahasiswa di dalamnya tidak serius, baik dan benar dalam kuliah, ya hanya akan menghasilkan orang-orang seperti yang kita kenal di gedung perwakilan sana,” tambahnya. 

Share this Article on :

2 comments:

Anonim mengatakan...

Memang, masa kuliah tak menjadi indah lagi seperti ekspetasi masa sma

Anonim mengatakan...

...itu persis seperti ketika kita tahu betapa masa depan itu gelap. ternyata setelah sampai, semua nampak biasa saja

Posting Komentar

 
© Copyright KonBlok 2013 - 2014 | Design by KonBlok.