Malas Adalah Perlawanan

2013/05/01

Malas adalah sifat yang sering dianggap negatif. Seorang pemalas telah dianggap sebagai seseorang yang tiada berguna. Secara konvensi, kemalasan adalah sesuatu hal yang layak dibuang ke tempat sampah. Dulu saya juga berpendapat demikian. Namun sekarang tidak lagi.

Beda perspektif, beda persepsi. Itulah yang akhir-akhir ini mengendap di dalam pikiran saya. Banyak hal dan kejadian di dunia ini yang jika dilihat dari satu sisi, akan sangat berbeda maknanya jika dilihat dari sisi yang lain. Seorang pejalan kaki akan menganggap piramida adalah bangunan berbentuk segi tiga, tapi bagi Superman yang sedang terbang di atas langit akan menganggap bahwa piramida adalah bangunan berbentuk segi empat. Beda perspektif, beda persepsi. Begitu pula dengan sifat malas, yang jika dilihat dari perspektif yang lain, akan mengalami suatu pembermaknaan yang baru.

Menurut saya, manusia tak perlu lagi menganggap negatif terhadap kemalasan, sebab pada dasarnya kita sangat membutuhkannya. Manusia butuh malas. Sejarah May Day adalah ingin mengurangi jam kerja yang tadinya 20 jam perhari berkurang sampai akhirnya menjadi 8 jam perhari. Semua itu terjadi karena manusia butuh malas. Dalam seminggu, setiap pekerja akan mendapat jatah libur satu atau dua hari, agar manusia mendapat jatah waktu untuk bermalas-malasan. Dan banyak lagi contoh lainnya, yang membuktikan bahwa manusia pada dasarnya memang butuh malas.

Barangkali kalian akan protes dan berteriak: “Itu mah bukan butuh malas, tapi butuh istirahat!” Oke. Kalian benar. Tapi, apa sih yang kita lakukan ketika kita sedang beristirahat? Bermalas-malasan, bukan? Kalian boleh tidak sepakat. Tidak apa-apa. Di sini saya hanya ingin memberikan perspektif baru dalam memandang kemalasan. Di tulisan ini saya hanya ingin mengatakan bahwa malas itu perlu.

Begitulah. Sudah semestinya kita ganti paradigma kita terhadap kemalasan, sebab malas bukanlah sesuatu hal yang melulu negatif.

Manusia adalah mahluk paradoksal. Di satu sisi kita butuh malas, di sisi yang lain kita butuh bertahan hidup. Tugas kita adalah harus bisa menyikapi kedua hal tersebut secara proporsional. Agar kita tidak terjebak menjadi manusia robot yang melulu kerja seperti mesin yang akhirnya akan membuat kita stres, dan agar kita juga tidak menjadi manusia benalu yang tidak pernah melakukan apa-apa. 

Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 
© Copyright KonBlok 2013 - 2014 | Design by KonBlok.