Penulis: Diah Puspita Primandani Putri
Jakarta, Squadpost.com—Di saat anak muda pada umumnya
sibuk berkutat dalam gelombang arus dunia mode dan tren terbaru, tidak halnya
dengan pemuda yang satu ini. Bermodal tekad dan kreativitas ia berkecimpung
dalam dunia bisnis yang penuh pertaruhan dan risiko. Kreativitasnya berkembang
pesat, hingga pisang pun menjadi sasarannya.
Kini,
membangun suatu usaha bukan lagi milik orang dewasa semata. Adiv Hazazi yang lahir
pada 14 September 1992 ini telah membuktikan bahwa usia bukan hambatan utama
memulai usaha. Ia telah berhasil mencicipi keuntungan di usaha kuliner yang
dirintisnya. Meski umur usahanya masih delapan bulan, omzet yang ia raih telah mencapai
angka Rp 12.000.000 – Rp 13.000.000 sebulan.
Jumat
siang (11/06/2013), Squadpost
berkesempatan untuk menyambangi tempat usaha Adiv di kawasan Sungai Sambas, Jakarta Selatan. Adiv
yang berpenampilan santai dengan meggunakan kaos bola berwarna putih serta
celana model chino warna beige, menyapa kami
sambil menyunggingkan senyumnya.
Sejak
kecil, anak pertama dari kedua bersaudara ini, bisa dibilang berada dalam
keluarga berkecukupan secara finansial. Tapi, ia tak mau terus merongrong
keuangan orangtuanya. Mental usahanya sudah tumbuh sejak ia duduk di bangku
kelas dua Sekolah Menengah Pertama, karena terinspirasi setelah menonton acara
kuliner yang mengangkat tema pengusaha sukses.
“Kayaknya
keren deh jadi pengusaha di waktu muda. Bisa sukses dan masuk televisi,” ujar Adiv
yang gemar naik gunung ini.
Meski
ide untuk memulai usaha sudah bermunculan, Adiv belum begitu mengerti untuk
melakukan apa. Sampai kemudian setelah lulus SMA, ia mengetahui usaha
saudaranya di bidang pakaian dengan format pre-order
via BBM (Blackberry Massenger) yang sudah mencapai omzet ratusan juta. Detik itulah
semangatnya terpantik untuk memulai langkah.
The Beginning of Young
Enterpreneur
“Sebenarnya,
Adiv melihat produk yang dijual merupakan produk yang membuat orang benar-benar
tertarik. Makanya Adiv memilih usaha yang memang banyak dicari orang,” jelasnya
mengenai pilihan usahanya.
Adiv
yang berdarah Minang dan Betawi ini dianugerahi kecermatan membaca peluang.
Seperti pengakuannya, usaha yang kini dibangunnya berkat temannya yang lebih
dulu memiliki usaha di bidang kuliner, pisang hijau. Sayang, temannya tidak
melanjutkan usahanya. Alhasil, Adiv yang harus menjalaninya sendiri.
Padahal
hampir setiap hari pisang hijau itu dicari orang, bahkan sampai ke kalangan selebriti,
dan malah pernah diliput sebuah majalah di Ibukota. Melihat
peluang usaha itu di masa depan, Adiv pun mengambil kursus pada temannya itu
selama sebulan penuh. Setelah menghitung biaya pembelian gerobak dan beberapa
peralatan lain untuk melengkapi usahanya, modal awal yang ia perlukan mencapai kisaran
Rp 15.000.000.
“Waktu
itu modal awal pinjam dari Tante. Karena saat itu nyokap sedang merenovasi rumah, jadi dananya habis buat itu. Tapi
itu semua langsung Adiv ganti dalam waktu lima bulan,” ucapnya.
Setelah
menguasai kemampuan membuat pisang hijau, Adiv mencoba membuka usaha perdananya
saat Ramadhan di kawasan Cipete, “Mengakui punya usaha sih nggak malu. Cuma
waktu awal sempat gengsi dorong-dorong gerobak. Tapi bodo amatlah, jalanin aja.
Lagian ‘kan sudah keluar modal banyak. Mending kalau gengsi nggak usah dari
awalnya,” jelas Adiv yang bercita-cita jadi astronot.
“Mungkin
waktu pas puasa, jadinya ramai. Setelah itu sempat sepi selama sebulan. Makanya
Adiv cari-cari tempat yang kira-kira banyak dikunjungi orang. Sampai akhirnya ketemu
tempat yang sekarang ini,” ucapnya sumringah.
Mata Elang
Meski
memilih usaha pisang hijau, Adiv menawarkan sesuatu yang baru. Jika biasanya
pisang hijau disajikan dengan bubur sumsum, kali ini Adiv mengganti bubur
sumsum menjadi saus fla dengan varian rasa: stroberi, cokelat, blueberry, vanili
dan durian.
Harga
seporsi yang dijajakan adalah Rp 8.000, “Ya, Adiv sih nggak mau mahal-mahal. Karena
ini pangsa pasarnya anak muda,” jelasnya.
Selama
lima bulan memutar roda usaha, kini modal awalnya telah kembali. Kini, Adiv
sudah menambah empat gerobak lain yang merupakan hasil franchise dari teman-temannya. Cabang-cabangnya tersebar ke
beberapa tempat di Jakarta, antara lain: Fatmawati, Pondok Labu, Depok (Gunadarma)
dan Cipete. “Malah, rencananya saya mau nambah gerobak lagi nih,” ungkapnya.
Adiv
mengaku pada Squadpost bahwa selama
delapan bulan awal ia sempat keteteran mengurusi keuangan. Setelah tantenya
ikut membantu, keuangannya pun mulai tertata kembali.
“Maklumlah
anak muda, kadang uang yang masuk ke kantong suka terpakai sendiri.”
Berbekal
semangat dan ketekunan, Adiv mengurusi usahanya dari A-Z secara otodidak. Ditambah
dukungan dari orangtuanya yang terkadang sering memberi saran. Padahal untuk
mengurusi bisnisnya ini, ia harus rela cuti kuliah di Jurusan Sastra Inggris,
Gunadarma.
Pada
saat sesi wawancara, pisang hijau yang ia beri nama Sang Jo ini laris manis
diborong oleh para remaja. Konsep gerobak yang dapat dibawa dengan rancangan
pisang berwarna hijau mengenakan kacamata dan topi khas anak muda, membuat daya
tarik tersendiri bagi konsumennya, “Desain itu untuk menunjukkan kalau yang
punya usaha adalah anak muda.”
“Selain
enak banget dan harganya murah, pisang hijaunya juga beda. Aku paling suka rasa
blueberry,” ucap Nadia, salah satu konsumen Sang Jo.
Target
Adiv
memasang target dua tahun untuk dapat melebarkan sayap usahanya. Bahkan ia
berkeinginan agar produknya bisa dikenal di luar negeri, “Tapi itu ‘kan masih
jauh. Jadi jalanin saja yang
sekarang,” jelasnya.
Meski
sudah banyak dikenal orang, Adiv tetap meracik sendiri semua bahan-bahan pisang
hijaunya. Terutama saus fla yang nikmat itu. Ia mengaku, saus fla itulah yang
membuatnya semakin enak.
Tak
banyak anak muda yang berani memulai usaha dari nol. Bahkan Adiv justru lebih
memilih berjualan di gerobak, tinimbang memiliki tempat yang besar. Baginya
lebih baik memiliki cabang banyak, daripada satu tempat besar.
Sekarang
Adiv sudah mempekerjakan empat karyawan yang ia gaji Rp 500.000 dan Rp 750.000/bulan.
Tiap gerobak yang mangkal di suatu tempat biasanya hanya membutuhkan izin kepala
RT (Rukun Tetangga) setempat atau kepada orang yang menyewakan lahan kosong. Biaya
yang ia keluarkan untuk itu berkisar Rp 150.000.
Sampai
sekarang media promosi yang ia gunakan hanya melalui akun Twitter: @sangjoooo, dan dari mulut ke mulut para konsumen yang
sudah mencicipi rasa pisang hijau racikannya. Selama delapan bulan berjalan,
terhitung sudah 200 porsi ia terima dalam bentuk pesanan. Adiv juga sering ikut
serta dalam acara-acara di sekolah atau kampus.
Di mata
karyawannya, Adiv merupakan sosok yang baik dan ingin terjun langsung melayani
pembeli, “Dia mau pegang pisau untuk memotong pisang, ngelayanin pembeli langsung,”
ucap Sadewo, salah satu karyawan Adiv di Sang Jo.
Gerobak
Sang Jo Adiv mulai menjajakan produknya sedari pukul 11.00 siang. Biasanya Adiv
menyediakan 50 porsi perhari. Sistem pengambilan setorannya pun setiap sehari
sekali.
Jika
dihitung-hitung, keuntungannya pergerobak dapat mencapai Rp 4.000.000 sebulan.
“Intinya, kalau mau usaha nggak usah mikir gagal atau nggak laku. Optimis saja,”
pesan Adiv.
Obrolan
kami pun ditutup dengan seporsi pisang hijau rasa vanila dan cokelat. Ternyata
benar, saus fla yang adalah ‘kunci’ utama Sang Jo ini benar-benar lembut.
Manisnya pas, ditambah toping oreo
dan keju. Sangat cocok untuk anak muda yang menyukai makanan bercitarasa manis.
0 comments:
Posting Komentar