Adiv Si Raja Pisang Ijo

2013/05/12


Penulis: Diah Puspita Primandani Putri

Jakarta, Squadpost.com—Di saat anak muda pada umumnya sibuk berkutat dalam gelombang arus dunia mode dan tren terbaru, tidak halnya dengan pemuda yang satu ini. Bermodal tekad dan kreativitas ia berkecimpung dalam dunia bisnis yang penuh pertaruhan dan risiko. Kreativitasnya berkembang pesat, hingga pisang pun menjadi sasarannya.

Kini, membangun suatu usaha bukan lagi milik orang dewasa semata. Adiv Hazazi yang lahir pada 14 September 1992 ini telah membuktikan bahwa usia bukan hambatan utama memulai usaha. Ia telah berhasil mencicipi keuntungan di usaha kuliner yang dirintisnya. Meski umur usahanya masih delapan bulan, omzet yang ia raih telah mencapai angka Rp 12.000.000 – Rp 13.000.000 sebulan.

Jumat siang (11/06/2013), Squadpost berkesempatan untuk menyambangi tempat usaha Adiv  di kawasan Sungai Sambas, Jakarta Selatan. Adiv yang berpenampilan santai dengan meggunakan kaos bola berwarna putih serta celana model chino warna beige,  menyapa kami sambil menyunggingkan senyumnya.

Sejak kecil, anak pertama dari kedua bersaudara ini, bisa dibilang berada dalam keluarga berkecukupan secara finansial. Tapi, ia tak mau terus merongrong keuangan orangtuanya. Mental usahanya sudah tumbuh sejak ia duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Pertama, karena terinspirasi setelah menonton acara kuliner yang mengangkat tema pengusaha sukses.

“Kayaknya keren deh jadi pengusaha di waktu muda. Bisa sukses dan masuk televisi,” ujar Adiv yang gemar naik gunung ini.

Meski ide untuk memulai usaha sudah bermunculan, Adiv belum begitu mengerti untuk melakukan apa. Sampai kemudian setelah lulus SMA, ia mengetahui usaha saudaranya di bidang pakaian dengan format pre-order via BBM (Blackberry Massenger) yang sudah mencapai omzet ratusan juta. Detik itulah semangatnya terpantik untuk memulai langkah.

The Beginning of Young Enterpreneur
“Sebenarnya, Adiv melihat produk yang dijual merupakan produk yang membuat orang benar-benar tertarik. Makanya Adiv memilih usaha yang memang banyak dicari orang,” jelasnya mengenai pilihan usahanya.

Adiv yang berdarah Minang dan Betawi ini dianugerahi kecermatan membaca peluang. Seperti pengakuannya, usaha yang kini dibangunnya berkat temannya yang lebih dulu memiliki usaha di bidang kuliner, pisang hijau. Sayang, temannya tidak melanjutkan usahanya. Alhasil, Adiv yang harus menjalaninya sendiri.

Padahal hampir setiap hari pisang hijau itu dicari orang, bahkan sampai ke kalangan selebriti, dan malah pernah diliput sebuah majalah di Ibukota. Melihat peluang usaha itu di masa depan, Adiv pun mengambil kursus pada temannya itu selama sebulan penuh. Setelah menghitung biaya pembelian gerobak dan beberapa peralatan lain untuk melengkapi usahanya, modal awal yang ia perlukan mencapai kisaran Rp 15.000.000.

“Waktu itu modal awal pinjam dari Tante. Karena saat itu nyokap sedang merenovasi rumah, jadi dananya habis buat itu. Tapi itu semua langsung Adiv ganti dalam waktu lima bulan,” ucapnya.

Setelah menguasai kemampuan membuat pisang hijau, Adiv mencoba membuka usaha perdananya saat Ramadhan di kawasan Cipete, “Mengakui punya usaha sih nggak malu. Cuma waktu awal sempat gengsi dorong-dorong gerobak. Tapi bodo amatlah, jalanin aja. Lagian ‘kan sudah keluar modal banyak. Mending kalau gengsi nggak usah dari awalnya,” jelas Adiv yang bercita-cita jadi astronot.

“Mungkin waktu pas puasa, jadinya ramai. Setelah itu sempat sepi selama sebulan. Makanya Adiv cari-cari tempat yang kira-kira banyak dikunjungi orang. Sampai akhirnya ketemu tempat yang sekarang ini,” ucapnya sumringah.


Mata Elang
Meski memilih usaha pisang hijau, Adiv menawarkan sesuatu yang baru. Jika biasanya pisang hijau disajikan dengan bubur sumsum, kali ini Adiv mengganti bubur sumsum menjadi saus fla dengan varian rasa: stroberi, cokelat, blueberry, vanili dan durian.

Harga seporsi yang dijajakan adalah Rp 8.000, “Ya, Adiv sih nggak mau mahal-mahal. Karena ini pangsa pasarnya anak muda,” jelasnya.

Selama lima bulan memutar roda usaha, kini modal awalnya telah kembali. Kini, Adiv sudah menambah empat gerobak lain yang merupakan hasil franchise dari teman-temannya. Cabang-cabangnya tersebar ke beberapa tempat di Jakarta, antara lain: Fatmawati, Pondok Labu, Depok (Gunadarma) dan Cipete. “Malah, rencananya saya mau nambah gerobak lagi nih,” ungkapnya.

Adiv mengaku pada Squadpost bahwa selama delapan bulan awal ia sempat keteteran mengurusi keuangan. Setelah tantenya ikut membantu, keuangannya pun mulai tertata kembali.

“Maklumlah anak muda, kadang uang yang masuk ke kantong suka terpakai sendiri.”

Berbekal semangat dan ketekunan, Adiv mengurusi usahanya dari A-Z secara otodidak. Ditambah dukungan dari orangtuanya yang terkadang sering memberi saran. Padahal untuk mengurusi bisnisnya ini, ia harus rela cuti kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Gunadarma.

Pada saat sesi wawancara, pisang hijau yang ia beri nama Sang Jo ini laris manis diborong oleh para remaja. Konsep gerobak yang dapat dibawa dengan rancangan pisang berwarna hijau mengenakan kacamata dan topi khas anak muda, membuat daya tarik tersendiri bagi konsumennya, “Desain itu untuk menunjukkan kalau yang punya usaha adalah anak muda.”
“Selain enak banget dan harganya murah, pisang hijaunya juga beda. Aku paling suka rasa blueberry,” ucap Nadia, salah satu konsumen Sang Jo.


Target
Adiv memasang target dua tahun untuk dapat melebarkan sayap usahanya. Bahkan ia berkeinginan agar produknya bisa dikenal di luar negeri, “Tapi itu ‘kan masih jauh. Jadi jalanin saja yang sekarang,” jelasnya.

Meski sudah banyak dikenal orang, Adiv tetap meracik sendiri semua bahan-bahan pisang hijaunya. Terutama saus fla yang nikmat itu. Ia mengaku, saus fla itulah yang membuatnya semakin enak.

Tak banyak anak muda yang berani memulai usaha dari nol. Bahkan Adiv justru lebih memilih berjualan di gerobak, tinimbang memiliki tempat yang besar. Baginya lebih baik memiliki cabang banyak, daripada satu tempat besar.

Sekarang Adiv sudah mempekerjakan empat karyawan yang ia gaji Rp 500.000 dan Rp 750.000/bulan. Tiap gerobak yang mangkal di suatu tempat biasanya hanya membutuhkan izin kepala RT (Rukun Tetangga) setempat atau kepada orang yang menyewakan lahan kosong. Biaya yang ia keluarkan untuk itu berkisar Rp 150.000.

Sampai sekarang media promosi yang ia gunakan hanya melalui akun Twitter: @sangjoooo, dan dari mulut ke mulut para konsumen yang sudah mencicipi rasa pisang hijau racikannya. Selama delapan bulan berjalan, terhitung sudah 200 porsi ia terima dalam bentuk pesanan. Adiv juga sering ikut serta dalam acara-acara di sekolah atau kampus.

Di mata karyawannya, Adiv merupakan sosok yang baik dan ingin terjun langsung melayani pembeli, “Dia mau pegang pisau untuk memotong pisang, ngelayanin pembeli langsung,” ucap Sadewo, salah satu karyawan Adiv di Sang Jo.

Gerobak Sang Jo Adiv mulai menjajakan produknya sedari pukul 11.00 siang. Biasanya Adiv menyediakan 50 porsi perhari. Sistem pengambilan setorannya pun setiap sehari sekali.
Jika dihitung-hitung, keuntungannya pergerobak dapat mencapai Rp 4.000.000 sebulan. “Intinya, kalau mau usaha nggak usah mikir gagal atau nggak laku. Optimis saja,” pesan Adiv.

Obrolan kami pun ditutup dengan seporsi pisang hijau rasa vanila dan cokelat. Ternyata benar, saus fla yang adalah ‘kunci’ utama Sang Jo ini benar-benar lembut. Manisnya pas, ditambah toping oreo dan keju. Sangat cocok untuk anak muda yang menyukai makanan bercitarasa manis.



Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 
© Copyright KonBlok 2013 - 2014 | Design by KonBlok.