Bulan
tak lagi tepat di atas kepala. Saat itu jarum pendek jam tepat menunjuk ke arah
angka dua. Semilir angin mulai mengibas tak beraturan. Beberapa jalan sudah
nampak sepi dan menyisakan lampu jalan.
Namun tidak dengan dua
jalan protokol besar di Jakarta Pusat yang namanya dimbil dari tokoh kerajaan
besar Nusantara, Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Dua jalan tersebut masih banyak
menampakkan terangnya lampu-lampu kendaraan.
Sekilas semua terlihat seperti biasa. Karena Jakarta adalah kota
Metropolitan, wajar kalau saat malam pun masih tetap ada kehidupan. Sesaat
menepi dekat bahu kiri jalan, terlihat hal yang berbeda. Beberapa perempuan
dengan rok mini dan kaos tank top berdiri anggun. Wajahnya dibalut tebal dengan
riasan perempuan.
Tak lama, beberapa mobil
menghampiri perempuan tersebut. Kaca mobil dibuka setengah oleh pemiliknya.
Gayung disambut, dengan rokok menyala yang masih dijepit di antara jari tengah
dan telunjuk tangan perempuan tersebut mendekati mobil. Keduanya saling menatap
dan berbicara. Sambil mengepulkan asapnya, si perempuan tersenyum kecil. Selang
beberapa saat pintu mobil terbuka dan si perempuan masuk ke dalam mobil.
Keduanya lalu pergi meninggalkan malam untuk menyambut pagi.
Siapa tak kenal jalan
Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Dua jalan protokol besar tersebut selalu
menyibakkan cerita di setiap waktu, baik siang maupun malam. Siang menjadi roda
perekonomian dan malam pun begitu. Namun di malam hari, roda tersebut berputar
amat keras dan penuh risiko.
Kala malam dua jalan
tersebut menjadi tempat prostitusi. Perempuan cantik menampakkan dirinya untuk
tetap hidup. Menunggu laki-laki hidung belang untuk mengajaknya berfantasi.
Penuh dengan risiko, karena taruhannya nyawa, kesehatan dan harga diri. Seperti
yang dikatakan Putri (Nama samaran), ia bekerja sebagai perempuan malam karena
terpaksa untuk hidup. Keluarganya tak ada yang tahu kecuali kakak perempuannya.
Ia segan memberitahukannya pada orang tua.
Lebih dari itu ia juga
merasakan batinnya tertekan. “Kadang-kadang tertekan, kadang kadang gua juga
mikir kenapa gua bisa masuk dunia kayak gini, temen juga
sering ngeledek,” ujarnya.
Namun siapa sangka, Putri
memiliki niat yang mulia dibalik kerjaanya. Ia ingin menyenangkan orangtuanya.
Meskipun ia sudah tidak dianggap oleh orangtuanya semenjak hamil dari pacarnya.
“..gua udah engga di anggap sama keluarga semenjak gua hamil sama cowok gua,”
ceritanya.
0 comments:
Posting Komentar