Jakarta, Squadpost.com— Rinai hujan masih tersisa saat seorang perempuan muda berparas cantik nan anggun datang menyambangi Squadpost di bilangan Selatan Jakarta, pada Selasa malam lalu (7/5). Menggunakan busana bernuansa oranye dengan blue jeans dibalut kerudung warna hitam, ia menyapa kami dengan seulas senyum manis, dilengkapi dua lesung di pipinya.
Obrolan hangat di tengah dinginnya malam bersama
Dini Fitria ini diawali dengan cerita semasa kecilnya yang ia habiskan di
Padang, tanah kelahirannya. Bagian demi bagian ia tuturkan dengan detil. Ditambah gaya bahasanya
yang mudah dimengerti, semakin membuat Squadpost
nyaman berlama-lama mengulik kehidupan
pembawa acara Jazirah Islam di salah satu stasiun televisi swasta ini.
Terlahir sebagai anak terakhir dari lima
bersaudara, sejak kecil Dini hidup di lingkungan yang menyukai dunia baca-tulis. Laiknya anak kecil pada umumnya, ia bercita-cita menjadi seorang dokter.
Namun, siapa sangka mahasiswi jebolan Universitas Andalas (UNAND), Padang, jurusan Teknik Pangan ini malah mendulang sukses di ranah pertelevisian.
Ayahnya yang seorang dosen dan suka
menulis untuk surat kabar, semakin membuka kemudahan bagi Dini untuk melongok dunia
sedari kecil. Saat masih duduk di Sekolah Dasar, ia sudah mulai menulis serta
mengikuti lomba di berbagai surat kabar,
bahkan tulisannya pun pernah dimuat majalah Si Kuncung saat itu.
Menjelang usia dua puluhan, Dini berkeinginan mengikuti jejak kakak-kakaknya yang sudah
merantau. “Tadinya aku tuh mau kuliah di Jogjakarta. Alasannya sih karena Mama pernah tinggal di sana,” jelasnya. Setamat Sekolah Menengah Atas, ia mengikuti ujian di jurusan
Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jogjakarta dan jurusan Psikologi Universitas Islam Indonesia. Keduanya lolos seleksi.
Namun takdir berkata lain. Nampaknya Dini memang
harus bersabar untuk dapat melebarkan sayapnya ke tempat yang lebih jauh. Hingga akhirnya ia dinyatakan lolos UMPTN (Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Nasional) dan kuliah di UNAND.
“Aku kecewa ketika masuk UNAND. Begini toh teknik pangan. Oke deh, daripada aku menyesal banget, akhirnya aku menerima saja,” jelas Dini pada Squadpost. Ia sadar, ternyata tidak
mudah menjalani kehidupan menjadi mahasiswi di bidang yang tidak dikehendaki.
Media pembalasan rasa yang tidak tersampaikan itu,
ia salurkan pada dunia penyiaran. Kitaran tahun 2000-2005, Dini menjadi penyiar radio di 101 Arbes Fm, radio lokal Padang yang saat itu memang sedang
populer. Sedari itu bakat menulisnya kembali bangkit. Ia menulis sebuah
skenario drama radio bertajuk "Diary Kamu," dengan konsep the best true story. Kisah yang
diberikan para penggemar Arbes, kemudian disariulang oleh Dini untuk dijadikan
sebuah drama radio. Mulai sedari mengisi suara,
mencari pemain, hingga narasi ia kerjakan sendiri.
Setamat kuliah 2004, Dini memang sudah
berkeinginan keluar dari Padang. Menurut pengakuannya, merantau dalam keluarganya
merupakan salah satu kebiasaan. Ia pun ingin merasakan bagaimana hidup di tanah
orang dengan mandiri, “It’s time to choose
my future,” ujarnya semangat.
Dengan membawa pakaian a la kadarnya serta modal kemampuan menulis dan ijazah sarjana
teknik pangan, Dini mantap melangkah pergi jauh dari tanah asalnya menuju Jakarta. Tiba di Jakarta, 12 Januari 2005, ia menumpang tinggal
di rumah kakak pertamanya yang sudah lebih dulu mukim di Jakarta. “Aku coba
cari pekerjaan di Jakarta susah-susah gampang, rasanya aku mau pulang”
kenangnya.
Gabung
Bersama Keluarga Besar Trans Corp
Sempat ditolak, pada saat melamar kerja untuk posisi penyiar radio di bilangan Kuningan,
Jakarta. Tak butuh waktu lama, dewi fortuna menghampirinya. Sekitar bulan Maret di
tahun 2005, ia bergabung bersama TRANS TV. Saat itu, Dini mencoba melamar
bagian reporter divisi news tapi malah ditempatkan di bagian production assistant.
“Pertama
kali menjadi wartawan berat banget, harus kerja berangkat pagi, pulang malam. Terus
pola hidup yang berubah dari kuliah ke kerja jadi pengaruh
juga. Apalagi jadi wartawan itu enggak gampang, rasanya kepengin pulang saja ke Padang. Tapi pas melintasi pemadam kebakaran di Ciputat dan membaca motto mereka (Pantang Pulang Sebelum Padam), semangatku pun terpantik untuk 'pantang pulang sebelum menang,'” jelasnya.
Jelang dua tahun bekerja di TRANS TV, Dini pun bergabung di program Reportase dan Jelang Siang. Latarbelakang pendidikan
yang tidak berbau broadcast, membuat
ia kian menggebu mencari ilmu. Sebagai pembelajar yang baik, Dini mampu
menyeimbangkan sinergi kerja para jurnalis yang memang sudah memiliki dasar
ilmu komunikasi.
Pada 2006 setelah Trans Corp mengakuisisi Tv 7, yang
kelak pada 2007 diubah menjadi TRANS7, Dini langsung masuk ke dalam daftar
nama yang akan mengurusi TRANS7. Karena televisi baru, di dalam TRANS7 Dini dapat
bereksplorasi lebih banyak. Ia diberikan kesempatan berkarya untuk
membuat bermacam-macam program.
Program pertama saat memulai debutnya di TRANS7 sebagai reporter adalah Bolang (Bocah Petualang). Program
ini mengangkat tema kehidupan anak di daerah. Setelah itu pada 2008-2009 ia
pindah ke program Dunia Air dan Binatang (Dubi) sebagai asisten produser.
Kemudian, Dini mengurusi program film pendek mengenai Cerita Kisah Anak
Nusantara. Dalam program ini ia menyumbangkan bakat menulisnya untuk skenario-skenario
yang ia buat dengan mengangkat cerita dari kebijaksanaan lokal.
Baru pada 2010 Dini menelurkan Jazirah Islam, program
yang ia besut sendiri ide, konsep, dan temanya. Semua ia kerjakan sedari nol hingga sekarang mulai banyak digemari publik.
Jazirah
Islam
"Aku mikir saat itu. Ramadhan selalu mengangkat
acara yang berbau negeri-negeri Islam. Menurutku itu membosankan. Aku mau membuat sesuatu yang berbeda. Tentang
minoritas Muslim di tengah mayoritas non-Muslim. Bagaimana mereka bisa bertahan
hidup dengan masjid yang tidak ada suara azan, jilbab yang susah dicari,” ucapnya
mengenai sejarah berdirinya Jazirah Islam.
Mengurus program yang berkenaan mengenai dunia
Islam cukup berpengaruh bagi Dini. Terlebih dalam lingkup spiritualitasnya.
Hal yang paling sentimentil selama mengurusi program Jazirah Islam, yaitu pada
saat ia menjadi saksi bagaimana proses seorang non-Muslim berpindah agama
menjadi Islam. “Waktu kemarin aku liputan di Amerika Latin dan bertemu dengan
perkumpulan Muslim di Meksiko yang aura negaranya terkenal keras, aku
memperagakan cara menggunakan jilbab. Saat aku pulang, seorang ibu non-Muslim memelukku dan berbisik bahwa ia ingin menjadi Muslim. Sontak aku merinding dan
terharu,” kenangnya.
Pengalaman seperti itu tidak hanya satu-dua kali
saja ia alami, bahkan hampir di banyak perjalanannya ia menemukan hal serupa. “Kalimat
syahadat di sana tuh bagi mereka sangat syahdu. Kayaknya aku yang sudah diberi hidayah belum bisa memaksimalkannya. Shalat aja
masih sering ditunda,” ungkapnya gamblang. Sejak menjadi jurnalis dan kemudian mengelola Jazirah Islam, total 16 negara yang sudah ia sambangi. Masing-masing terdiri dari negara Asia, Eropa dan Amerika Latin.
Konsisten
Delapan tahun sudah Dini tetap konsisten bekerja
untuk Trans Corp tanpa pernah berniat pindah haluan ke stasiun televisi lain. Era di mana karyawan lebih banyak diikat secara kedinasan seperti saat ini, Dini sama sekali tidak tergiur dengan gaji yang
berlipat-lipat ditawarkan perusahaan televisi lain. Baginya, iklim dalam dunia
pertelevisian akan selalu berputar, lingkungan, orang sekitarnya.
“Sebagai karyawan Trans Corp, aku mendapat kesempatan besar untuk berkembang
lagi. Sekarang aku banyak belajar dan bisa mengaplikasikannya dengan karya
yang telah aku buat,” ungkapnya.
Saat masuk pada 2005, Trans Corp memang
terkenal dengan sistem perekrutan karyawan ikatan dinas. Saat Squadpost menanyakan hal ini
kepadanya, Dini yang kelahiran Padang 31 tahun lalu berpendapat, “Trans Corp selalu
mengajari karyawannya tentang development
broadcast. Namun, terkadang setelah mereka mendapatkan ilmunya, mereka
keluar atau seringnya dibajak oleh televisi lain. Jujur, itu sangat merugikan.
Jadi, menurut aku wajarlah Trans Corp membuat sistem seperti itu.”
Sistem ikatan dinas saat pertama kalinya ia masuk
dengan sekarang, sangat jauh berbeda. Pada 2005 sistem itu hanya berlaku
selama tiga bulan, kemudian enam bulan menjadi karyawan percobaan. Di waktu
tersebut menjadi penentuan lulus atau tidak dalam bidang yang didalami. Setelah sembilan bulan kemudian, baru diangkat menjadi karyawan tetap. Sistem yang
sekarang justru mengharuskan karyawan ikatan dinas menjalani masa kerja selama lima
tahun. Jika selama masa itu, ia berhenti atau keluar, maka akan diberi sanksi.
Berkarya
dan Aktif
Menjalani hidup sebagai perempuan muslim, sempat
membuat hambatan saat Dini memulai karirnya di dunia pertelevisian. Tapi ia tak peduli hingga kini perjuangannya itu pun dapat ia buktikan. "Menurutku perlu banyak perempuan berkarya
dan aktif,” imbuh Dini.
Menggapai
sukses dalam berkarir jelas dibutuhkan semangat dan perjuangan. Bagaimana Dini yang
merupakan anak bungsu harus berani mengambil keputusan merantau demi menggapai
masa depannya. Hanya bermodal semangat, kini kiprahnya dalam dunia pertelevisian
bisa dibilang sedang berada di titik puncak. Bahkan pada 2011 silam, ia pernah ditahbis sebagai "The Best Employee TRANS7.“ Semua butuh proses. Aku selalu
menghargai proses, dan selalu belajar dari tiap liputan. Karena menjadi
jurnalis bukan soal pintar dan hebat, melainkan bagaimana pada saat di lapangan
kita dapat beradaptasi dengan cepat.”
Di ujung percakapan, Dini sempat memberikan
beberapa masukan bagi kaum muda yang ingin bekerja di dunia kreatif. Menurutnya,
jadikan setiap pengalaman adalah guru dan teruslah berkarya. “Kalau aku selalu bangga dengan apa yang sudah dilakukan.
Aku berkarya dan melakukannya dari hati. Makanya, kenapa aku bisa sampai seperti sekarang, berkat
kecintaanku pada tiap pekerjaan yang kukerjakan. Jadilah yang terbaik di peran kita masing-masing. Because nice to be important, but more important to be nice,” begitu pesan yang meluncur dari bibirnya yang kemerahan.
Penyunting: Reno Muhammad
7 comments:
I like this :)
Anak mtsn padang neh, bikin bangga, top banget....
Terus berkarya din, kami mendukung mu... dr Uda, Izzah, Naurah & Naflah
good job....i like it..i like u...
saya tunggu program jazirah islam nya...sukses selalu untukmu....
mba dini sukses terus. semoga tiap karyanya dapat menginspirasi kaum muda.
Pantang pulang sebelum Padam, hmmm.. boleh.. boleh..
Posting Komentar