Tampilkan postingan dengan label Music. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Music. Tampilkan semua postingan

Ikon Musik Campursari yang Tak Tergerus Zaman

2013/05/07

Penulis : Yaya Suryana
Jakarta, Squadpost.com—Rambut gondrong dengan tampilan pakaian adat Jawa. Lantunan suara, syair-syair indah dan musik tradisional Jawa dipadupadankan dengan musik modern, semakin memberikan nuansa dan warna baru bagi dunia industri musik Indonesia. Itulah yang dikerjakan selama ini oleh Didi Kempot.

Di tengah maraknya persaingan industri musik Indonesia dan budaya luar yang masuk begitu cepat, Didi yang selalu ramah dan murah senyum ini selalu mampu menghadirkan musik dengan gaya khasnya sendiri. Memadukan musik tradisional dan modern tanpa menghilangkan budaya kedaerahannya.

Didi Kempot dengan nama asli Didi Prasetyo, lahir di Surakarta, 31 Desember 1966. Ia anak dari seorang pelawak terkenal bernama Ranto Gudeldan, yang juga saudara kandung dari pelawak srimulat Mamiek Prakoso. Kemandirian melekat pada dirinya, walaupun orangtua dan kakak kandungnya adalah seorang pelawak terkenal, hal itu tidak membuat ia manja.

Didi selalu berpikir bagaimana ia menghasilkan sesuatu dalam dirinya. Tentu dengan tidak bergantung pada orangtuanya saat itu. Maka, hal pertama yang ia bisa lakukan adalah dengan mengamen sebagai salah satu bakat seni yang ia warisi, selain juga demi melatih mentalnya.

Masa Sulit
Semenjak duduk di kelas tiga Sekolah Menengah Pertama, ia sudah mengamen walaupun harus secara sembunyi-sembunyi dari orangtua. Ayah Didi hanya menginginkan anaknya untuk fokus dan belajar di sekolah.

Didi memulai perantauan dan kisah perjalanan hidupnya ke Jakarta pada pertengahan tahun 80-an. Awal mula perantauanya di Jakarta tidak seperti apa yang ia bayangkan. Kehidupan keras Jakarta membuatnya harus bekerja lebih keras. Semata-mata hanya agar ia mampu dan bisa bertahan di Ibukota.

Berbekal dari kebiasaan dan kesukaannya terhadap seni dan musik-musik tradisional Jawa, ia mulai mengamen seperti apa yang dilakukannya saat ia sekolah di Solo. Dari satu tempat ke tempat lain, dari satu mobil ke mobil yang lain, begitulah ia menjalani kerasnya hidup di Ibukota.

Setiap pagi hingga larut sore, Didi menjalani aktivitasnya mengamen di Ibukota. Semua itu ia jalani dengan penuh keikhlasan sembari terus menciptakan lagu-lagu yang ia buat sendiri dan terus ia pakai saat mengamen. Malahan, banyak dari temen-temen pengamennya yang banyak menyanyikan lagu buatan Didi.

Hasil dari mengamen ia gunakan untuk biaya kehidupan dan kebutuhan sehari-hari. Biaya kehidupan di Jakarta yang begitu besar tidak berbanding dengan penghasilan ngamenya sehari-hari. Terkadang, ia sering dibantu oleh teman-teman pengamennya demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Gerbang Kesuksesan
Suatu hari, rekan Didi datang menawarinya manggung membawakan lagu-lagu Jawa ke Suriname. Tanpa pikir panjang tentang honor, Didi pun menyanggupi tawaran itu. Satu hal yang menarik baginya, ia belum pernah naik pesawat, dan saat itu adalah kali pertama dirinya menaiki pesawat.

Pertunjukkan pertama Didi di Suriname meraih sukses. Selanjutnya, membuat Didi semakin dikenal oleh masyarakat Jawa di Suriname. Maka sejak itulah hampir setiap tahun Didi ke Suriname untuk mementaskan lagu-lagu gubahannya. Nah, selama rentang waktu pentas sekitar empat bulan, Didi terus mencipta lagu-lagu baru.

Hingga akhirnya kerja kerasnya pun berbuah di dapur rekaman. Sampai sekarang sudah tercatat 16 Album yang dihasilkan Didi. Lagu yang paling terkenal di Suriname adalah "Layang Kangen" dan "Angin Paramaribo." Bahkan, lagu-lagu Didi sering diputar di radio berbahasa Jawa di Suriname. Hal itu membuatnya pernah dinobatkan sebagai artis teladan Pop Jawa. Selain itu, presiden Suriname pada waktu itu juga memberinya penghargaan bertajuk Gold Man.

Selain membuat album di Suriname, di dalam negeri pun Didi tak ketinggalan terus melahirkan karya-karya anyar. Pada saat bersamaan, sudah tujuh album yang ia buat di Indonesia. Semua berbahasa Jawa. Beberapa di antaranya yang paling populer adalah "Cintaku Sekonyong-Konyong Koder" dan "Stasiun Balapan." Dari karya-karya inilah, sosok Didi Kempot dikenal masyarakat Indonesia dan warga Jawa Suriname, sebagai sebagai sosok seniman yang mengangkat musik campursari sebagai budaya lokal Jawa menjadi kebanggaan nasional, bahkan internasional.


Editor: Kahfi Dirga Cahya

Mikha Angelo, Pemikat Remaja Putri

2013/05/03


Teriakan selalu menggemuruhkan gedung salah satu stasiun TV swasta di Indonesia kala suara lembut Mikha Angelo melantun dengan syahdu di atas panggung. Wajah tampan dan kharismatik, bersuara merdu, dan sering dianggap mirip Afgan oleh sebagian masyarakat Indonesia, Mikha melesat dengan cepat di dunia entertain berkat program kompetisi musik di stasiun televisi tersebut.

Industri musik Indonesia terus mencari bibit baru dalam perkembangan musik Indonesia. Ajang pencarian bakat dalam bidang tarik suara terbukti selalu ramai peserta. Mereka rela menunggu berjam-jam untuk sekadar mengikuti audisi menuju mimpi mereka menjadi seorang penyanyi.
Salah satu acara yang sedang menyedot perhatian masyarakat Indonesia, yaitu X Factor Indonesia. Ajang pencarian bakat yang diadakan oleh salah satu stasiun TV swasta di Indonesia ini selalu ditunggu oleh penikmatnya. Salah satu kontestan program ini yang tengah digandrungi, khususnya remaja putri, yakni Mikha Angelo.

Laki-laki kelahiran 8 November 1997 ini, tak hanya bersuara merdu, juga mampu menjentikan jari dengan lihai di atas piano dan memetik merdu senar gitar. Multi instrumental yang ia miliki tentu menjadi nilai tambah dalam setiap penampilannya. Meski masih berusia 15 tahun, Mikha sudah duduk di bangku kuliah School of Sound Enginering (SSR), Jakarta, jurusan Audio Engineering Techniques and Technology.

Sebelum mengikuti X Factor Indonesia, Mikha adalah vokalis dari The Overtunes. Grup ini dibentuk bersama saudaranya, Reuben Nathaniel, sebagai gitaris, Mada Emmanuel sebagai penabuh drumm, dan Jeremy Tobing, sepupu dari Mikha yang bertindak sebagai pemain bas.
Seperti musisi kebanyakan, Mikha pun memiliki idola yang menginspirasinya dalam bermusik, di antaranya Michael Buble, Matt Wertz, Jamie Cullum, Justin Nozuka, dan Ellie Goulding.

Sejak duduk di bangku SMP, Mikha sudah memiliki ketertarikan dalam bermusik dan bermimpi untuk dapat menjadi musisi besar. Mikha termasuk peserta yang sudah mendapatkan popularitas dengan cepat dibanding kontestan lain. Hal ini bisa dilihat dalam setiap penampilannya. Ia selalu mengundang histeria penonton khususnya remaja putri. Bahkan Bebi Romeo, salah seorang juri mengatakan bahwa Mikha Angelo bak The Beatles.

"Dulu, Beatles sampai berhenti main musik di atas panggung, karena suara musik mereka nggak kedengaran karena suara histeris penontonnya lebih besar. Nah, kamu punya itu, tapi pertanggungjawaban kamu pasti lebih besar," ungkapnya di sela-sela komentar setelah Mikha menyanyikan lagu Viva La Vida milik Coldplay 5 April 2013 lalu.

Karisma Mikha tak hanya di atas panggung. Di jejaring sosial Twitter, followers Mikha kini mencapai 305.362. Sebagai anak laki-laki yang juga menyukai sepak bola, Mikha sempat berkeinginan menjadi pemain sepak bola hingga ia tersadar dengan kemampuan bermusiknya.
Bagi Mikha, musik adalah alat perjuangan yang dapat mengubah umat manusia menjadi lebih baik, meskipun orang sekitar tidak sadar akan perubahan itu. Cita-cita besarnya, yaitu ingin membuat label sendiri dan membuat musik indie selalu eksis

 
© Copyright KonBlok 2013 - 2014 | Design by KonBlok.